Arthur Rothstein: Sang Jurnalis Foto Legendaris
"Fotografer dokumenter itu punya satu kesamaan: rasa ingin tahu yang besar, tapi tetap objektif. Mereka mencari esensi dari alam dan kejadian dengan semangat membara. Mereka memeriksa dan meneliti untuk mengungkap kebenaran." – Arthur Rothstein
Arthur Rothstein, namanya mungkin nggak sepopuler selebriti zaman sekarang. Tapi, di dunia jurnalistik foto, dia ini legenda! Bayangin aja, selama lima dekade, dia udah mengabadikan momen-momen penting dalam sejarah Amerika. Mulai dari pertandingan bisbol di kampung halaman, perang yang bikin hati miris, perjuangan petani yang nggak kenal lelah, sampai potret para presiden Amerika Serikat. Lengkap, kan?
Tapi, Rothstein nggak cuma jago motret, lho. Dia juga seorang profesor yang dihormati, penulis artikel majalah yang keren, kolumnis tetap di New York Times, dan penulis sembilan buku tentang fotografi yang jadi pegangan banyak fotografer muda. Multitalenta banget, ya?
Masa Kecil di Bronx yang Penuh Warna
Rothstein lahir di Manhattan, New York City, pada tanggal 17 Juli 1915. Orang tuanya adalah imigran Yahudi yang datang ke Amerika untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Dia tumbuh besar di Bronx, daerah yang terkenal dengan keberagamannya. Dari kecil, Rothstein udah tertarik banget sama dunia fotografi. Kayaknya, dia emang udah ditakdirkan jadi fotografer hebat!
Awal Mula Karir yang Cemerlang
Kecintaan Rothstein pada fotografi semakin berkembang saat dia kuliah di Columbia University. Di sana, dia mendirikan University Camera Club, wadah buat mahasiswa yang punya minat sama di bidang fotografi. Dia juga jadi editor fotografi di The Columbian, buku tahunan mahasiswa.
Nah, di Columbia inilah Rothstein ketemu sama Roy Stryker, seorang instruktur ekonomi yang punya pengaruh besar dalam hidupnya. Waktu itu, Rothstein lagi nyiapin foto-foto untuk buku tentang pertanian Amerika yang disusun sama Stryker dan seorang profesor lainnya, Rexford Tugwell.
Nggak lama kemudian, Stryker pindah ke Washington, D.C., buat jadi bagian dari tim penasihat Presiden Franklin D. Roosevelt dalam program New Deal. Setelah lulus kuliah, Rothstein langsung direkrut sama Stryker buat jadi fotografer pertama di Farm Security Administration (FSA). Kebayang nggak sih, baru lulus langsung dapet kerjaan impian?
Mengabadikan Amerika di Masa-Masa Sulit
Selama lima tahun di FSA, Rothstein berhasil mengabadikan momen-momen penting di daerah pedesaan dan kota-kota kecil di Amerika. Foto-fotonya terkenal karena kejujuran dan kedekatannya dengan subjek yang difoto. Dia jadi terkenal banget karena foto-fotonya tentang Dust Bowl, wilayah yang dilanda badai debu parah selama Great Depression atau Depresi Besar.
Padahal, gaji Rothstein di FSA cuma $1.620 per tahun. Tapi, dia dapet tunjangan 2 sen per mil dan $5 per hari buat makan dan penginapan. Meski fasilitasnya sederhana, Rothstein tetep semangat menjalankan tugasnya. Dia cuma bawa perlengkapan yang penting-penting aja, biar nggak ribet di jalan.
Tugas pertama Rothstein di FSA adalah mendokumentasikan kehidupan masyarakat di Pegunungan Blue Ridge, Virginia, dan proses "relokasi" mereka. Rothstein menghabiskan waktu seminggu bareng masyarakat Blue Ridge, hidup seperti mereka, dan berusaha memahami kehidupan mereka. Setelah merasa dekat dengan mereka, barulah dia mulai memotret. Dia pake kamera 35mm yang kecil dan nggak mencolok, tanpa tripod. Hasilnya? Foto-foto ikonik yang menggambarkan kehidupan di masa Great Depression yang masih dikenang sampai sekarang.
"Fleeing a Dust Storm": Foto yang Menggugah Hati
Salah satu foto Rothstein yang paling terkenal adalah "Fleeing a Dust Storm" (Mengungsi dari Badai Debu) yang diambil pada tahun 1936. Foto ini menggambarkan seorang petani bernama Arthur Coble dan dua putranya di Cimarron County, Oklahoma, saat badai debu menerjang.
Rothstein mengambil foto ini untuk menunjukkan kepada masyarakat di wilayah timur Amerika Serikat tentang penderitaan yang dialami oleh para petani dan masyarakat di Great Plains. Dia pengen orang-orang di wilayah timur bisa merasakan apa yang dirasakan oleh para petani yang berjuang untuk bertahan hidup di tengah kondisi yang sulit.
Foto-foto Rothstein nggak cuma jadi dokumentasi sejarah, tapi juga punya dampak yang besar. Dia menggunakan fotonya untuk mendorong penerapan praktik konservasi tanah dan meyakinkan pemerintah untuk memberikan bantuan kepada wilayah Great Plains. Selain itu, foto-fotonya juga membantu mempromosikan fotografi sebagai bentuk seni yang dihormati. Keren, kan?
Bergabung dengan Fotografer Hebat Lainnya
Pada tahun 1937, FSA merekrut beberapa fotografer hebat lainnya, seperti Marion Post Wolcott, Walker Evans, Russell Lee, Gordon Parks, Jack Delano, John Vachon, Dorothea Lange, dan Ben Shahn. Mereka semua punya tujuan yang sama: mempublikasikan kondisi kehidupan masyarakat miskin di pedesaan. Selama masa ini, Rothstein sering melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah yang terkena dampak Dust Bowl dan peternakan sapi.
Selama lima tahun bekerja di FSA, Rothstein udah mengambil sekitar 80.000 foto. Banyak di antaranya yang kemudian jadi foto-foto ikonik yang menggambarkan masa Great Depression. Bayangin aja, 80.000 foto! Itu baru dari satu proyek aja.
Karir yang Terus Berkembang
Setelah keluar dari FSA pada tahun 1940, Rothstein jadi fotografer tetap di majalah Look. Tapi, nggak lama kemudian, dia memutuskan untuk bergabung dengan Office of War Information dan kemudian masuk ke Angkatan Darat AS sebagai fotografer di Signal Corps. Pada tahun 1945, dia keluar dari militer dan bekerja sebagai kepala fotografer untuk United Nations Relief and Rehabilitation Administration.
Pada tahun 1947, Rothstein menikah dengan Grace Goodman. Mereka dikaruniai empat orang anak. Di tahun yang sama, Rothstein kembali bergabung dengan Look sebagai Direktur Fotografi. Dia bertahan di Look sampai tahun 1971, saat majalah itu berhenti terbit.
Tahun berikutnya, Rothstein bergabung dengan majalah Parade dan menjabat berbagai posisi sampai akhir hayatnya. Selama masa itu, dia juga mengajar fotografi dan jadi salah satu pendiri American Society of Magazine Photographers. Dia juga menulis tujuh buku tentang jurnalistik foto yang menampilkan foto-fotonya yang luar biasa.
Arthur Rothstein meninggal dunia pada tanggal 11 November 1985, di New Rochelle, New York.
Warisan Abadi Sang Legenda
"Karena gambar yang kuat lebih mudah tertanam di pikiran daripada kata-kata, fotografer nggak butuh penerjemah. Sebuah foto punya makna yang sama di seluruh dunia, dan nggak butuh penerjemah. Fotografi adalah bahasa universal yang melampaui semua batasan ras, politik, dan kebangsaan." – Arthur Rothstein
Arthur Rothstein mungkin udah nggak ada di dunia ini. Tapi, warisan dan kontribusinya di dunia fotografi akan terus dikenang. Foto-fotonya nggak cuma jadi dokumentasi sejarah, tapi juga jadi inspirasi bagi para fotografer muda untuk terus berkarya dan mengabadikan momen-momen penting di sekitar mereka. Jadi, buat kamu yang punya minat di bidang fotografi, jangan lupa belajar dari karya-karya Arthur Rothstein, ya!