Typhoid Mary Mallon
Di awal abad ke-20, nama Mary Mallon menjadi identik dengan wabah, ketakutan, dan kontroversi. Lebih dikenal sebagai "Typhoid Mary," kisah hidupnya adalah perpaduan yang menakutkan antara tragedi pribadi, kegagalan sistem kesehatan masyarakat, dan teka-teki etika seputar hak individu versus keselamatan publik. Mari kita telusuri kisah hidup wanita yang secara tidak sadar menjadi salah satu pembawa penyakit paling terkenal dalam sejarah medis.
Awal Kehidupan dan Emigrasi
Mary Mallon lahir di Cookstown, County Tyrone, Irlandia, pada tahun 1869, di tengah masa sulit akibat Kemiskinan dan penyakit melanda. Pada tahun 1884, di usia 15 tahun, ia beremigrasi ke Amerika Serikat, mencari kehidupan yang lebih baik. Seperti banyak imigran Irlandia lainnya, ia memulai dengan pekerjaan kasar, bekerja sebagai pelayan dan pekerja rumah tangga. Namun, takdir memiliki rencana lain untuk Mary, yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Penemuan Bakat Kuliner
Seiring berjalannya waktu, Mary menemukan bakat luar biasa dalam memasak. Keterampilan kuliner yang ia miliki membawanya ke pekerjaan yang lebih baik sebagai juru masak di rumah-rumah tangga kaya di sekitar New York. Reputasinya sebagai juru masak yang handal tumbuh dengan cepat, dan ia selalu dicari oleh keluarga-keluarga terkemuka yang menginginkan hidangan lezat di meja makan mereka. Namun, tanpa sepengetahuan Mary dan majikannya, bahaya tersembunyi mengintai di dalam dirinya.
Pembawa Asimtomatik dan Typhoid Fever
Tanpa ia sadari, Mary adalah pembawa asimtomatik bakteri Salmonella typhi, penyebab demam tifoid. Kondisi ini berarti ia membawa bakteri di tubuhnya tanpa menunjukkan gejala penyakit itu sendiri. Demam tifoid adalah penyakit bakteri sistemik yang menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi feses orang yang terinfeksi. Gejala termasuk demam tinggi, sakit kepala, sakit perut, diare, dan ruam. Jika tidak diobati, demam tifoid dapat berakibat fatal.
Mary Mallon adalah pembawa asimtomatik, yang berarti dia terinfeksi bakteri Salmonella typhi, tetapi tidak pernah menunjukkan gejala demam tifoid. Pembawa asimtomatik dapat menularkan penyakit ke orang lain melalui makanan dan air yang terkontaminasi.
Penyebaran Penyakit yang Tidak Disengaja
Karena profesinya sebagai juru masak, Mary secara tidak sengaja menyebarkan penyakit ke keluarga-keluarga tempat ia bekerja. Pada awal tahun 1900-an, beberapa keluarga yang memperkerjakannya mengalami wabah demam tifoid. Tanpa disadari, Mary menjadi sumber infeksi, menularkan bakteri melalui makanan yang ia siapkan.
Wabah-wabah ini menarik perhatian para pejabat kesehatan masyarakat, yang mulai menyelidiki penyebabnya. Seorang insinyur sanitasi bernama George Soper ditugaskan untuk melacak sumber wabah tersebut. Setelah penyelidikan yang cermat, Soper menyimpulkan bahwa Mary Mallon adalah penyebabnya.
Konfrontasi dan Penahanan
Ketika Soper mendekati Mary dengan temuannya, dia sangat tidak percaya dan marah. Dia menolak untuk percaya bahwa dia bisa menjadi pembawa penyakit itu, karena dia sendiri tidak pernah sakit. Mary menolak untuk bekerja sama dengan penyelidikan dan menolak untuk memberikan sampel tinja atau urin untuk pengujian.
Karena penolakannya untuk bekerja sama, para pejabat kesehatan masyarakat memutuskan untuk menahan Mary secara paksa. Pada tahun 1907, dia ditangkap dan dikarantina di sebuah rumah sakit di Pulau North Brother di New York City. Penahanan Mary menimbulkan kontroversi yang signifikan, karena tidak ada undang-undang yang jelas yang mengatur penahanan pembawa asimtomatik.
Tantangan Hukum dan Isolasi
Mary menantang penahanannya di pengadilan, dengan alasan bahwa itu melanggar hak-hak individunya. Namun, pengadilan memutuskan untuk mendukung otoritas kesehatan masyarakat, dengan alasan bahwa perlindungan kesehatan masyarakat lebih penting daripada hak-hak individu dalam kasus ini. Mary tetap diisolasi di Pulau North Brother selama tiga tahun.
Selama penahanannya, Mary menjadi tokoh kontroversial. Beberapa orang bersimpati padanya, percaya bahwa dia diperlakukan secara tidak adil. Yang lain menganggapnya sebagai ancaman bagi masyarakat dan mendukung penahanannya. Media memberinya julukan "Typhoid Mary," yang selamanya melekat pada namanya.
Pembebasan Bersyarat dan Kembalinya Memasak
Pada tahun 1910, otoritas kesehatan masyarakat setuju untuk membebaskan Mary dengan syarat dia tidak pernah bekerja sebagai juru masak lagi dan mengambil tindakan pencegahan untuk mencegah penyebaran penyakit. Mary setuju dengan persyaratan ini dan dibebaskan dari isolasi.
Namun, setelah beberapa waktu, Mary menemukan sulit untuk mencari nafkah tanpa keterampilan memasaknya. Pada tahun 1915, dia melanggar janjinya dan kembali bekerja sebagai juru masak di Rumah Sakit Bersalin Sloane di New York City. Segera setelah dia mulai bekerja, wabah demam tifoid terjadi di rumah sakit, menginfeksi banyak orang.
Penahanan Permanen dan Kematian
Ketika para pejabat kesehatan masyarakat menemukan bahwa Mary telah kembali memasak, mereka segera menahannya dan mengembalikannya ke Pulau North Brother. Kali ini, dia ditahan selama sisa hidupnya. Mary Mallon meninggal pada tanggal 11 November 1938, pada usia 69 tahun, setelah menderita stroke.
Warisan dan Implikasi Etis
Kisah Typhoid Mary terus memikat dan mengganggu kita hingga saat ini. Kisahnya menimbulkan pertanyaan penting tentang keseimbangan antara hak individu dan keselamatan publik, peran kesehatan masyarakat dalam mencegah penyebaran penyakit, dan perlakuan terhadap individu yang membawa penyakit menular.
Kasus Typhoid Mary menyoroti pentingnya kesehatan masyarakat dan perlunya tindakan pencegahan untuk mencegah penyebaran penyakit menular. Ini juga menyoroti tantangan etika yang dihadapi otoritas kesehatan masyarakat ketika berhadapan dengan individu yang membawa penyakit menular tetapi tidak menunjukkan gejala.
Kisah Typhoid Mary telah menjadi kisah peringatan, mengingatkan kita akan potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penyakit menular dan pentingnya bekerja sama dengan otoritas kesehatan masyarakat untuk melindungi diri kita sendiri dan komunitas kita.