World War I – Legends of America

Posted on

World War I – Legends of America

World War I – Legends of America

World War I, sebuah konflik global yang tak tertandingi sebelumnya, meninggalkan jejak mendalam pada mereka yang berjuang dan membentuk masa depan bangsa-bangsa yang terlibat. Partisipasi Amerika Serikat dalam perang ini tidak hanya mengubah lanskap politik dan sosialnya, tetapi juga memberikan dampak yang signifikan pada arah kebijakan luar negeri dan identitas nasionalnya.

Awal Mula Konflik: Percikan di Sarajevo

Perang berkecamuk di Eropa pada musim panas tahun 1914 setelah berbulan-bulan ketegangan internasional. Api yang menyulut permusuhan terbuka adalah pembunuhan Archduke Franz Ferdinand, pewaris takhta Austria-Hongaria, dan istrinya, Sophie, di Sarajevo, Bosnia. Peristiwa tragis ini menjadi katalis bagi serangkaian aliansi dan mobilisasi militer yang dengan cepat menyeret negara-negara Eropa ke dalam pusaran perang.

Pada akhir tahun 1914, kekuatan-kekuatan besar di Eropa terbagi menjadi dua kubu utama: Blok Sentral, yang dipimpin oleh Jerman dan Austria-Hongaria, dan Sekutu, yang dipimpin oleh Inggris, Prancis, dan Rusia. Pertempuran sengit terjadi di berbagai фронтах, dari parit-parit berlumpur di фронт Barat hingga padang gurun luas di фронт Timur.

Amerika Serikat: Dari Netralitas ke Intervensi

Awalnya, Amerika Serikat menyatakan dirinya netral dalam konflik tersebut. Namun, kebijakan netralitas ini segera diuji oleh serangkaian peristiwa yang secara bertahap menarik Amerika Serikat ke dalam pusaran perang. Debat sengit tentang isolasionisme versus intervensionisme mewarnai opini publik, seni, politik, dan media massa.

Presiden Woodrow Wilson, seorang idealis yang gigih, mendorong bangsanya untuk melampaui kepentingan ekonomi semata dan merumuskan kebijakan luar negeri berdasarkan cita-cita, moralitas, dan penyebaran demokrasi di seluruh dunia. Visi Wilson tentang keamanan kolektif melalui kepemimpinan Amerika Serikat dalam organisasi-organisasi internasional menjadi landasan bagi keterlibatan Amerika Serikat yang semakin meningkat di panggung dunia.

Tenggelamnya Lusitania: Titik Balik Opini Publik

Salah satu peristiwa penting yang memicu kemarahan publik Amerika adalah tenggelamnya kapal pesiar Inggris, Lusitania, pada tanggal 7 Mei 1915. Serangan kapal selam Jerman ini menewaskan hampir 1.200 orang, termasuk lebih dari 120 warga negara Amerika Serikat. Insiden ini dianggap sebagai pelanggaran brutal terhadap kebebasan bergerak dan netralitas Amerika Serikat.

Tenggelamnya Lusitania hanyalah salah satu dari sekian banyak insiden di mana kapal-kapal yang membawa penumpang dan barang-barang Amerika Serikat menjadi sasaran serangan kapal selam Jerman. Serangan-serangan ini memicu kemarahan publik dan meningkatkan tekanan pada pemerintahan Wilson untuk mengambil tindakan yang lebih tegas.

Setelah tenggelamnya kapal Prancis yang tidak bersenjata, Sussex, di Selat Inggris pada Maret 1916, Wilson mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Jerman kecuali pemerintah Jerman menahan diri untuk tidak menyerang semua kapal penumpang dan mengizinkan awak kapal dagang musuh untuk meninggalkan kapal mereka sebelum serangan apa pun. Pada tanggal 4 Mei 1916, pemerintah Jerman menerima persyaratan dan ketentuan ini dalam apa yang kemudian dikenal sebagai "Janji Sussex."

Perang Kapal Selam Tanpa Batas: Pemicu Akhir

Namun, pada Januari 1917, situasi di Jerman telah berubah. Selama konferensi masa perang bulan itu, perwakilan dari Angkatan Laut Jerman meyakinkan kepemimpinan militer dan Kaiser Wilhelm II bahwa dimulainya kembali perang kapal selam tanpa batas dapat membantu mengalahkan Inggris Raya dalam waktu lima bulan. Para pembuat kebijakan Jerman berpendapat bahwa mereka dapat melanggar "Janji Sussex" karena Amerika Serikat tidak lagi dapat dianggap sebagai pihak netral setelah memasok amunisi dan bantuan keuangan kepada Sekutu. Jerman juga percaya bahwa Amerika Serikat telah membahayakan netralitasnya dengan menyetujui blokade Sekutu terhadap Jerman.

Kanselir Jerman Theobald von Bethmann-Hollweg memprotes keputusan ini, percaya bahwa memulai kembali perang kapal selam akan menarik Amerika Serikat ke dalam perang atas nama Sekutu. Ini, ia berpendapat, akan menyebabkan kekalahan Jerman. Terlepas dari peringatan ini, pemerintah Jerman memutuskan untuk memulai kembali serangan kapal selam tanpa batas pada semua pengiriman Sekutu dan netral di dalam zona perang yang ditentukan, dengan perhitungan bahwa kapal selam Jerman akan mengakhiri perang jauh sebelum kapal-kapal pasukan AS pertama mendarat di Eropa. Oleh karena itu, pada tanggal 31 Januari 1917, Duta Besar Jerman untuk Amerika Serikat, Count Johann von Bernstorff, menyerahkan kepada Menteri Luar Negeri AS Robert Lansing sebuah catatan yang menyatakan niat Jerman untuk memulai kembali perang kapal selam tanpa batas pada hari berikutnya.

Telegram Zimmermann: Ancaman Terhadap Kedaulatan Amerika Serikat

Selain serangan kapal selam, satu peristiwa lain yang memicu kemarahan publik Amerika adalah terungkapnya Telegram Zimmermann. Pada tanggal 19 Januari 1917, intelijen angkatan laut Inggris mencegat dan mendekripsi sebuah telegram yang dikirim oleh Menteri Luar Negeri Jerman Arthur Zimmermann kepada Duta Besar Jerman di Mexico City. Telegram tersebut menjanjikan pemerintah Meksiko bahwa Jerman akan membantu Meksiko memulihkan wilayah yang telah diserahkan kepada Amerika Serikat setelah Perang Meksiko-Amerika. Sebagai imbalan atas bantuan ini, Jerman meminta dukungan Meksiko dalam perang.

Telegram Zimmermann dianggap sebagai ancaman langsung terhadap kedaulatan dan keamanan Amerika Serikat. Publik Amerika merasa dikhianati dan marah atas upaya Jerman untuk menghasut Meksiko agar menyerang Amerika Serikat.

Deklarasi Perang: Amerika Serikat Bergabung dalam Pertempuran

Serangan kapal selam yang terus berlanjut terhadap kapal-kapal dagang dan penumpang Amerika Serikat serta ancaman tersirat dari Telegram Zimmermann terhadap Amerika Serikat mengubah opini publik Amerika Serikat untuk mendukung deklarasi perang. Selain itu, hukum internasional menetapkan bahwa penempatan personel angkatan laut AS di kapal sipil untuk melindungi mereka dari kapal selam Jerman sudah merupakan tindakan perang terhadap Jerman. Akhirnya, melalui tindakan mereka, Jerman menunjukkan bahwa mereka tidak tertarik untuk mencari akhir damai untuk konflik tersebut. Alasan-alasan ini berkontribusi pada keputusan Presiden Wilson untuk meminta Kongres untuk menyatakan perang terhadap Jerman.

Pada tanggal 2 April 1917, Presiden Woodrow Wilson pergi ke hadapan sesi gabungan Kongres untuk meminta deklarasi perang terhadap Jerman. Pada tanggal 4 April 1917, Senat AS memilih untuk mendukung deklarasi perang terhadap Jerman. DPR setuju dua hari kemudian. Kemudian, pada tanggal 7 Desember 1917, Amerika Serikat menyatakan perang terhadap sekutu Jerman, Austria-Hongaria.

Mobilisasi dan Kontribusi Amerika Serikat

Menghadapi mobilisasi kekuatan tempur yang cukup, Kongres meloloskan Undang-Undang Dinas Selektif pada tanggal 18 Mei 1917. Pada akhir perang, Undang-Undang Dinas Selektif telah mewajibkan lebih dari 2,8 juta pria Amerika. Ratusan ribu pria yang mendaftar atau diwajibkan pada awal perang menghadapi pelatihan intensif selama berbulan-bulan sebelum berangkat ke Eropa.

Kongres AS meloloskan Undang-Undang Spionase pada tanggal 15 Juni 1917. Undang-Undang tersebut melarang individu untuk mengganggu proses wajib militer atau militer, memperluas hukuman untuk pembangkangan di militer, dan melarang orang Amerika untuk mendukung musuh dalam perang. Para pendukung melihatnya sebagai tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mempromosikan keamanan domestik dan militer. Pada saat yang sama, para kritikus memandangnya sebagai serangan terhadap kebebasan berbicara dan berpendapat bahwa undang-undang ini secara tidak adil menargetkan imigran dan pembangkang ideologis.

Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan Obligasi Liberty untuk membiayai operasi militer ekstensif perang dan membantu mengekang inflasi dengan menarik sejumlah besar uang dari peredaran. Kampanye obligasi, parade, iklan, dan tekanan masyarakat memicu pembelian obligasi, yang sangat penting dalam membiayai upaya perang AS.

Ketika pasukan AS tiba di luar negeri, mereka menemukan diri mereka di tengah-tengah perang yang dilakukan di darat, di udara, dan di bawah laut, menggunakan senjata baru dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Para kombatan menderita korban dalam jumlah yang belum pernah terlihat sebelumnya. Banyak tentara AS mencatat pengalaman berpartisipasi dalam konflik yang luar biasa dan terkadang membingungkan seperti itu dalam buku harian, surat kabar, puisi, dan lagu.

Sering dianggap sebagai perang modern pertama di dunia. Perang ini menggunakan teknologi militer, termasuk tank, pesawat terbang, senapan mesin modern, dan gas beracun. Inovasi teknologi meluas di luar militer. Bidang medis juga mengalami teknologi baru, termasuk transfusi darah, mesin sinar-X, dan prostetik. Sistem komunikasi berubah secara drastis selama perang, karena telepon diadaptasi untuk memenuhi kondisi masa perang, dan telegraf nirkabel, pendahulu teknologi radio, menjadi lebih banyak digunakan.

Akhir Perang dan Warisan yang Abadi

Pada tanggal 11 November 1918, perjanjian Gencatan Senjata secara efektif mengakhiri pertempuran. Kondisi penyerahan Blok Sentral disetujui ketika Perjanjian Versailles ditandatangani pada tanggal 28 Juni 1919. Perjanjian tersebut menetapkan tanggung jawab atas perang kepada Blok Sentral dan mengharuskan mereka membayar reparasi atas kerusakan perang. Namun, beban itu terutama jatuh pada Jerman karena kesulitan ekonomi, dan Jerman adalah satu-satunya kekuatan yang kalah dengan ekonomi yang utuh.

Selain menyusun Perjanjian, Konferensi Perdamaian Paris juga membentuk Liga Bangsa-Bangsa, yang bermaksud untuk mencegah konflik agresif dengan menyatukan kekuatan militer terkemuka dunia menjadi satu badan. Senat AS tidak meratifikasi Perjanjian Versailles maupun masuknya AS ke Liga Bangsa-Bangsa, terutama karena oposisi terhadap keterlibatan militer AS wajib dalam konflik asing.

Empat kerajaan menghilang setelah perang: Jerman, Austria-Hongaria, Ottoman, dan Rusia. Banyak negara mendapatkan kembali kemerdekaan mereka sebelumnya, dan negara-negara baru diciptakan. Austria-Hongaria dibagi menjadi beberapa negara penerus, termasuk Austria, Hongaria, Cekoslowakia, dan Yugoslavia. Kekaisaran Rusia kehilangan sebagian besar perbatasan baratnya karena negara-negara Estonia, Finlandia, Latvia, Lituania, dan Polandia yang baru merdeka diukir darinya.

Perang Dunia I merenggut nyawa lebih dari sembilan juta tentara, dan 21 juta lainnya terluka. Korban sipil yang disebabkan secara tidak langsung oleh perang berjumlah hampir 10 juta. Dua negara yang paling terkena dampak adalah Jerman dan Prancis, yang masing-masing mengirim sekitar 80 persen populasi pria mereka antara usia 15 dan 49 ke medan pertempuran.

Perang Dunia I menyaksikan partisipasi yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh pasukan Afrika-Amerika, dengan lebih dari 350.000 tentara Afrika-Amerika bertugas. Namun, pasukan Afrika-Amerika hanya dapat bertugas di unit-unit yang terpisah, dan banyak yang dikeluarkan dari pertempuran dan hanya diizinkan untuk memberikan layanan dukungan. Kembalinya tentara Afrika-Amerika ke komunitas asal mereka setelah perang diikuti oleh serangkaian konflik rasial berdarah dan gelombang aktivisme hak-hak sipil.

Perang Dunia I menyebabkan perubahan dramatis di Amerika Serikat. Wanita Amerika bertugas dalam banyak kapasitas, termasuk pertanian, pekerjaan pabrik dan amunisi, bidang medis, dan peran non-tempur di Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Marinir. Peran wanita yang diperluas dalam tenaga kerja Amerika selama perang merupakan faktor penting dalam meningkatnya dukungan untuk hak pilih wanita dan pengesahan Amandemen Kesembilan Belas pada tahun 1920.

Beberapa peserta yang penuh harapan menyebut Perang Dunia I sebagai "Perang untuk Mengakhiri Semua Perang." Namun, Perjanjian Versailles, yang ditandatangani pada tanggal 28 Juni 1919, tidak akan mencapai tujuan luhur itu.

Seiring berlalunya tahun, kebencian terhadap Perjanjian Versailles dan para penulisnya menetap menjadi dendam yang membara di Jerman yang, dua dekade kemudian, akan dihitung di antara penyebab Perang Dunia II. Hukuman keras dari Perjanjian dan ketidakefektifan Liga Bangsa-Bangsa menyebabkan bangkitnya Nazisme dan Fasisme, yang mencakup kebangkitan semangat nasionalis, penolakan banyak perubahan pasca-perang, dan penduduk Jerman untuk melihat diri mereka sebagai korban.

Kesimpulan

World War I adalah konflik yang mengubah sejarah dunia. Dampaknya terasa di seluruh dunia, dari runtuhnya kerajaan-kerajaan hingga munculnya negara-negara baru, dan dari kemajuan teknologi hingga perubahan sosial yang mendalam. Perang ini juga meninggalkan warisan yang abadi dalam ingatan kolektif umat manusia, sebagai pengingat akan kengerian perang dan pentingnya perdamaian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *